BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus
alvarezii VARIETAS COKLAT DENGAN METODE LONG LINE
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANG
AHMAD SUKARJI
L221 11 262
BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
A. Latar belakang
Rumput laut merupakan komoditas ekspor
yang saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat pesisir karena pelaksanaan
budidayanya mudah dan tidak memerlukan modal investasi yang tinggi. Selain itu, rumput laut juga memiliki
nilai ekonomis penting karena merupakan sumber utama penghasil karaginan yang
banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, dan industri
lainnya seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan pengalengan
ikan. Saat ini permintaan pasar akan rumput laut semakin meningkat. Sehingga
untuk memenuhi kebutuhan pasar, diperlukan kesinambungan produksi rumput laut
hasil budidaya dari pengembangan usaha budidaya yang berkelanjutan (Utojo,
dkk., 2007).
Kabupaten
Takalar merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang cukup potensial untuk
pengembangan budidaya laut khususnya rumput laut K. Alvarezii. Potensi budidaya rumput K. alvarezii yang tersedia disepanjang
pantai dengan luas areal budidaya ± 6.600 Ha dengan produksi mencapai 623.720 ton pada tahun 2014. (Pemkab. Takalar Dinas Kelautan
dan perikanan).
Salah satu Desa di Kabupaten Takalar yang memiliki lahan budidaya rumput
laut adalah Desa
Punaga yang berjarak 70 km dari kota Makassar. Desa punaga mampu memproduksi
rumput laut sekitar 126.172 ton. Kegiatan budidaya rumput laut di Desa Punaga sudah
dilaksanakan sejak tahun 2002 sampai sekarang.
Penanaman
yang dilakukan tergantung pada musim dan jenis rumput laut yang akan di
budidayakan.
Metode budidaya yang diterapkan pada lokasi praktek kerja lapang adalah metode
longline/tali panjang. Dimana metode ini merupakan
satu-satunya metode yang lebih mudah dirasakan oleh masyarakat punaga. Metode tali
panjang
merupakan suatu metode pemeliharaan
rumput laut yang dilakukan pada permukaan air dengan menggunakan tali
sebagai wadah.
Praktek kerja lapang merupakan wujud relevansi antara teori yang didapat
selama di perkuliahan dengan praktek yang ditemui baik dalam dunia usaha swasta
maupun pemerintah. Praktek kerja lapang juga dapat menambah kemampuan untuk
mengamati, serta menilai antara teori dengan kenyataan yang terjadi dilapangan
yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas managerial mahasiswa dan
mengamati permasalahan dan persoalan, baik dalam bentuk aplikasi teori maupun
kenyataan yang sebenarnya.
B. Tujuan dan manfaat
Tujuan dari praktik kerja lapang ini
adalah untuk mendapatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja serta
gambaran secara langsung mengenai budidaya rumput laut dan membandingkan bibt hasil pengkayaan
nutrient dan bibit dari alam
Manfaat
dari praktik kerja lapang ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa di lapangan serta memahami permasalahan yang timbul berkaitan dengan budidaya rumput laut sehingga
nantinya di harapkan dapat melakukan budidaya dengan baik.
II. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANG
A. Sejarah
Kabupaten Takalar merupakan pusat inkubator rumput laut.
Salah satu kecamatan yang menjadi sentra pengembangan rumput laut di Takalar
adalah Kecamatan Mangarabombang.
Wilayah ini memiliki luas
100,50 km2 dengan
panjang garis pantai
74 km2
yang terbagi kedalam desa/kelurahan diantaranya Desa Punaga dengan luas wilayah
15.74 km2.
Dengan kondisi wilayahnya yang terletak
<50 m dari permukaan laut, desa ini menjadi salah satu sentra pengembangan rumput laut
yang cukup maju di Kabupaten Takalar. (Pemkab. Takalar Dinas kelautan dan perikanan).
Sebagian besar masyarakat di Desa Punaga bermata
pencaharian sebagai
petani rumput laut. Oleh karena itu
wilayah pantai di desa ini dimanfaatkan sebagai tempat budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut
sendiri di desa ini sudah berlangsung sejak tahun 2002 dan terus berkembang sampai
dengan saat ini. Sejak awal pengambangannya, rumput laut terbukti
memiliki sangat banyak kontribusi kepada masyarakat di Desa Punaga pada khususnya
diantaranya pengentasan kemiskinan serta penyerapan tenaga kerja .
Desa Punaga memiliki 4 dusun salah satunya adalah Dusun
Malelaya. Dusun
tersebut membudidayakan rumput laut jenis K. alvarezii dan Glacilaria sp. secara berganti berdasarkan
musim. Pada musim kemarau petani membudidayakan
jenis Glacilaria sp. dan pada musim hujan
membudidayakan jenis K. alvarezii. Dilihat
dari harga jualnya jenis K. alvarezii lebih mahal dibandingkan Glacilaria
sp. Harga
jual rumput laut yang kering jenis kappaphycus
alvarezii berkisar Rp.(6000,00 – 10.000,00)/kg, yang basah Rp 2000,00/kg) sedangkan Glacilaria sp. hanya dijual kering dengan
harga Rp 3000,00/kg. Umumnya metode budidaya rumput laut yang digunakan
adalah rakit apung, lepas dasar dan tali panjang. Khusus di desa ini seluruh
petani rumput laut menggunakan tali panjang.
B. Mitra
kerja
Mitra kerja saya bernama Syamsuddin Dg Nyau sebagai
pemilik lahan budidaya di tempat PKL. Alasan dipilihnya syamsuddin dg nyau sebagai mitra kerja
karena syamsuddin dg nyau salah satu petani rumput laut yang mempunyai lahan
budidaya rumput laut yang luas.
Kegiatan rumput laut yang dilakukan oleh Syamsuddin
dg nyau dibantu oleh 6 orang dilakukan secara bergotong royong bersama keluarga
yang berprofesi sebagai petani rumput laut, keahlian dan keterampilan yang
dimiliki di pelajari sendiri.
C. Struktur organisasi
III.
METODE PRAKTEK KERJA LAPANG
A. Waktu
dan tempat
Praktek
kerja lapang dilaksanakan selama 3 bulan, di mulai pada tanggal 2 Febuari sampai 2 Mei 2015 di Dusun Malelaya, Desa Punaga,
Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar.
B.
Metode pelaksanaan
1.
Observasi: Teknik pengambilan data
dengan melihat langsung kondisi tempat Praktik Kerja Lapang.
2.
Wawancara: Teknik pengambilan data
dengan wawancara langsung dengan ketua pengelola dan pemimpin instansi.
3. Sumber
Data: Membandingkan data hasil yang didapat dari lapangan dengan data dari
pustaka.
C.
Tahap kegiatan
Tahapan
Praktik Kerja Lapang pada di Dusun Malelaya, Desa Punaga sebagai berikut:
1. Lokasi budidaya
rumput laut
2.
Metode budidaya
3.
Pembibitan rumput
laut dengan pengkayaan nutrisi
4.
Penanaman rumput laut
5.
Pemeliharaan rumput laut
6.
Penanaman rumput laut
7.
Pengeringan rumput laut
8.
Hasil budidaya
IV.
HASIL PELAKSANAAN
KEGIATAN
A. Lokasi budidaya
Hasil pelaksanaan kegiatan PKL yang dilakukan di Dusun
Malelaya, berdasarkan
hasil pengamatan, lokasi
PKL memiliki dasar perairan terdiri dari pecahan-pecahan karang dan pasir, terumbu karang atau
pecahan-pecahan karang mempunyai daya tahan yang besar terhadap arus, sehingga
lokasi ini dianggap layak untuk dijadikan sebagai lahan budidaya rumput laut
laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Tahir dkk (1997) yang menyatakan bahwa
kondisi air yang baik bagi pertumbuhan K.
alvarezii adalah memiliki dasar-dasar
perairan yang stabil yang terdiri dari potongan-potongan karang mati dan
bercampur dengan pasir karang. Selanjutnya ditambahkan oleh Aslan (1999) bahwa tipe substratum yang baik yang ideal untuk budidaya
untuk budidaya rumput laut adalah daerah karang yang dasarnya terdiri dari
pasir karang (coarse sand) yang bercampur dengan potongan-potongan karang dan
bercampur dengan pasir karang dan biasanya berarus rendah sehingga memungkinkan tanaman tumbuh dengan
baik.
Gambar 1. Lokasi budidaya
rumput laut
Kedalaman pada lokasi PKL mempunyai kedalaman perairan
yang dangkal pada saat surut terendah 25-50 cm, pada kedalaman ini masih layak
untuk dijadikan lokasi
budidaya rumput laut .hal ini sesuai dengan pendapat Indriani dan Sumarsih (1997)
yang menyatakan bahwa lokasi yang dipilih sebaiknya daerah yang pada waktu
surut terendah digenangi air sedalam 30-60 cm sehingga penyerapan makanan
berlangsung terus menerus dan tanaman terhindar dari kerusakan akibat sengatan
matahari langsung. Selanjutnya Anonim (1987) menambahkan bahwa perairan dangkal
dan jernih memungkinkan cahaya matahari dapat menembus air sebab sangat
dibutuhkan rumput laut untuk fosintesis.
Kejernihan air pada lokasi PKL adalah 100% yang
menandakan bahwa kejernihan air sangat maksimal karena mampu menembus sampai
kedasar perairan, ini dianggap layak untuk dijadikan sebagai lokasi budidaya. Intensitas sinar matahari yang diterima secara sempurna
oleh thallus merupakan factor utama
dalam proses fotosintesis oleh karena itu dalam budidaya rumput laut dengan
tingkat kejernihan yang tinggi sangatlah dibutuhkan sehingga cahaya dapat masuk
kedalam air. Hal ini sesuai dengan pendapat Tahir
dkk (1997) yang menyatakan bahwa kondisi air yang jernih dengan tingkat
transparansi 1,5 m cukup baik untuk persyaratan budidaya rumput laut.
Suhu merupakan salah satu parameter kualitas air yang perlu di
perhatikan dalam
keberhasilan budidaya rumput laut K. Alvarezii karena suhu yang optimal dapat mempercepat pertumbuhan
rumput laut K.
Alvarezii, tingginya rendahnya suhu perairan dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen penyebab penyakit yang
sangat umum terjadi pada budidaya rumput laut K. Alvarezii dikenal dengan penyakit ice-ice sebagaimana di kemukakan oleh
Anggadireja dkk, (2006) bahwa penyakit yang terjadi pada rumput laut K. Alvarezii disebabkan oleh tinggi rendahnya suhu perairan dan akibat
perubahan faktor lingkungan yang ekstrim seperti perubahan nutrisi, salinitas
pH dan tingkat kecerahan air. Kisaran suhu pada lokasi PKL
adalah berkisar 25-30°C dan ini masih dianggap cocok untuk budidaya rumput
laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Tahir dkk (1997) bahwa suhu air laut yang baik untuk
budidaya K.
Alvarezii adalah
27-30°C. Selanjutnya di kemukakan oleh Anggadireja dkk, (2006) suhu yang optimal
disekitar tanaman yaitu berkisar antara 26-30 oC.
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air
yang sangat berpengaruh dalam budidaya rumput laut K. Alvarezii, salinitas yang
rendah dapat menyebabkan rumput laut menjadi layu dan mati karena tanaman
rumput laut tidak dapat mentolerir salinitas kurang dari 15 ppt. Oleh karena
itu lokasi budidaya sebaiknya jauh dari muara sungai karena dapat menurunkan
salinitas secara drastis.
Kisaran salinitas pada lokasi PKL adalah 25-33 ppt, kisaran ini sesuai dengan
persyaratan untuk
lokasi budidaya rumput laut K. Alvarezii. Hal ini sesuai dengan
pendapat Aslan, (1999) yang menyatakan
bahwa salinitas antara 15-38 ppt dengan
kondisi optimum pada 25 ppt sangat baik untuk pertumbuhan K.
Alvarezii kemudian
Tahir dkk, (1997) menambahkan bahwa salinitas
untuk pertumbuhan K. Alvarezii sekitar 28-34 ppt dengan
nilai optimum salinitas 33 ppt.
Selain parameter kualitas air, yang perlu diperhatikan
adalah lokasi budidaya bukan merupakan tempat berkumpulnya predator rumput laut
seperti ikan herbivora, penyu, bulu babi dan hewan air herbivora lainnya serta
bukan merupakan areal lalulintas laut sebagaimana pendapat Anggadireja dkk,
(2006) bahwa lokasi budidaya bukan merupakan tempat berkumpulnya hewan air
herbivora dan juga bukan merupakan lalulintas perairan. Lokasi PKL bukan
merupakan tempat berkumpulnya hewan air herbivora dan areal lalulintas perairan
sehingga memenuhi syarat untuk lokasi budidaya rumput laut.
B. Metode budidaya
Metode yang digunakan pada lokasi PKL adalah metode tali
panjang (longline). Dimana metode
ini merupakan satu-satunya metode yang lebih mudah dirasakan oleh masyarakat punaga.
Metode tali panjang
merupakan suatu metode pemeliharaan
rumput laut yang dilakukan pada permukaan air dengan menggunakan tali
sebagai wadah.
Pemasangan tali di areal budidaya mengikuti pergerakan
naik turunnya permukaan air laut. Metode ini memiliki kelebihan karena relatif mudah dalam kontruksinya
dan pencahayaan yang di serap jauh lebih besar untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu
pembudidaya rumput laut umumnya menggunakan metode tali panjang (Longline).
Kontruksi budidaya rumput laut yang digunakan dilokasi
PKL terdiri dari tali utama berbahan nylon berdiameter 10 mm dengan panjang 30
m. tali ini sebagai tempat pengikatan
tali ris. Tali ris berbahan nylon berdiameter 5 mm dengan panjang 20 m yang berfungsi
sebagai tempat tempat mengikat bibit rumput laut. Kemudian bahan lain yang
digunakan adalah botol air mineral yang berfungsi sebagai pelampung dan karung
berisi pasir yang berfungsi sebagai jangkar agar tali utama tidak mudah
bergeser atau kendor dan terbawa arus apabila terkena hempasan gelombang/ombak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Anggadireja, dkk (2006)
secara garis besar peralatan yang digunakan untuk budidaya rumput laut adalah
tali polietilene (tambang plastik), tali rapia, jangkar dan pelampung.
C. Pembibitan rumput laut dengan pengkayaan nutrisi
Bibit yang digunakan pada lokasi PKL adalah bibit dari hasil
pengkayaan nutrisi dan bibit dari alam yang kemudian di
budidayakan, untuk mendapatkan bibit dari hasil pengkayaan nutrisi pertama
adalah memilih rumput laut yang bebas dari penyakit, segar, berwarna cerah dan
memiliki cabang yang banyak, kemudian rumput laut dipotong-potong dengan berat
awal 1 gram, 5 gram, 10 gram dan 20 gram setelah dipotong di rendam dalam air
yang sudah di beri betadin tujuannya adalah untuk mensterilkan rumput laut,
setelah itu di masukkan dalam wadah yang berisi air 4 liter dan diberi pupuk
conwy 2ml/L. Kemudian dipelihara selama
6 minggu setiap hari dilakukan pengontrolan thallus dan kualitas air. Tujuh
hari pemeliharaan dilakukan penimbangan dan penggantian media air laut. Air
laut yang akan di masukkan kedalam wadah penelitian harus dalam keadaan steril
dengan bahan yang akan digunakan harus selalu dalam keadaan steril. Setelah 6
minggu pembibitan kemudian dibudidayakan. Namun pemilihan bibit yang baik untuk di budidayakan harus
tetap diperhatikan seperti memperhatikan tekstur, cabang dan keseragaman tiap
rumpung seperti yang di kemukakan oleh Anggadireja, dkk (2006) bibit yang
ditnam harus yang berkualitas baik agar tanaman dapat tumbuh sehat oleh karena
itu perlu dilakukan pemilihan bibit yaitu bibit yang di gunakan merupakan
thallus muda yang bercabang banyak,
rimbun dan berujung runcing, bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak,
luka atau terkelupas, bibit harus seragam dan tidak boleh bercampur dengan
jenis lain, berat bibit awal diusahakan seragam sekitar 100 gr/rumpung.
D. Penanaman rumput laut
Kegiatan penanaman dilokasi PKL relatif sama yaitu
setelah bibit di siapkan sesuai dengan kriteria tersebut maka dilakukan kegiatan sebagai
berikut :
1. Bibit rumput laut diikat satu persatu sesuai
dengan letak tali paus dengan berat 15
gram bibit dari alam sedangkan bibit dari hasil pengkayaan nutrisi mempunyai
berat 1 gram, 5 gram, 10 gram dan 10 gram
yang melekat pada tali ris/bentang yaitu dengan jarak 20-25 cm dengan berat per rumpung 50-100 gram.
2. Pasang
tali utama dan tali kosong di area pemeliharaan dengan bentuk persegi panjang,
kemudian ikatkan tali jangkar pada tiap-tiap ujung tali utama.
3. Pasang
pelampung cergen 20 liter di tiap sudut blok/kotak pemeliharaan.
4. Tali
jangkar di ikat pada karung yang telah di isi pasir sebagai jangkarnya.
5. Tali
jangkar yang sejajar dengan tali utama yang terletak di sudut tali utama di ikatkan masing-masing
sebanyak 8 karung pasir, sedangkan jangkar yang terletak sejajar dengan tali
kosong dan di tengah tali utama masing-masing 5 karung pasir.
6. Setelah
bibit di ikat, angkut kelokasi pemeliharaan dengan menggunakan perahu sampan.
7. Bibit
yang telah sampai ke lokasi pemeliharaan di ikat sesuai dengan kancing yang
telah di pasang pada tali utama yaitu dengan jarak antar tali ris/bentang 1 meter kemudian di
rentangkan.
8. Setelah
semua tali ris/bentang
telah di ikat dengan menggunakan tali kancing pada tali utama kemudian tali
jangkar yang masih tersisa di ikatkan pada bagian tengah tali utama
masing-masing tiap 10 ris/bentang di beri jangkar agar tali ris tetap
rentang/tidak kendor terbawa arus. Untuk menjaga keseimbangannya maka perlu di
beri pelampung pada tiap jangkar tengah dengan menggunakan botol air mineral
1,5 liter.
9. Ikatkan
pelampung-pelampung botol air mineral 600 ml pada tiap ris/bentang
masing-masing 4 buah per ris/bentang.
Pengikatan bibit rumput laut harus dilakukan di lokasi yang
terlindung dari sinar matahari langsung, umumnya dilakukan dibawa kolom
rumah.
Menurut Angkasa dan Sujatmiko (2009). Penanaman bibit
dilakukan dengan cara :
1. Ikat bibit dengan tali rafia dengan berat
masing-masing 100 gram.
2. Jarak tiap ikat bibit yang diikatkan pada tali
ris sekitar 25 cm kemudian setelah semua tali ris terisi oleh bibit maka segera
diangkut menuju lokasi budidaya dengan perahu.
3. Rentangkan tali ris kemudian ikatkan pada tali
utama dikedua ujungnya dengan jarak masing-masing tali ris sekitar 1 m.
4. Pengikatan tali ris pada tali utama
disesuaikan sehingga jarak tanaman dari permukaan air sekitar 30 sampai 50 cm.
5. Setelah tali ris diikat semua maka ikatkan
pelampung botol plastik bekas pada tali ris, masing-masing ris sebanyak 10 buah
dengan jarak sekitar 3 m.
Gambar 2. Pengikatan dan penanaman rumput laut
E. Pemeliharaan rumput laut
Pengontrolan/pemeliharaan
di lokasi PKL dilakukan 1 kali seminggu dengan menggunakan perahu sampan,
petani rumput laut jarang melakukan pengecekan karena petani mengandalkan arus
sebagai pembersih terhadap kotoran rumput laut sesuai dengan pernyataan
Afrianto, E dan L Evi (1993) bahwa pengecekan harus tetap dilakukan baik saat
musim ombak besar maupun pada saat ombak normal. Arus laut juga sangat membantu
pertumbuhan rumput laut sesuai pendapat Hidayat (1980) bahwa arus dan
pergerakan air diperlukan rumput laut untuk pertumbuhannya karena arus akan
membawa zat-zat makanan sekaligus menghanyutkan kotoran-kotoran yang melekat
pada thallusnya. Pengontrolan/pengecekan
di lakukan
secara rutin baik pada saat ombak besar maupun saat ombak tenang. Setiap
pengontrolan, dilakukan pengecekan tali, rumpung rumput laut maupun pelampung. Karena
pada saat ombak besar maka rumput laut dan pelampung biasanya banyak yang
terlepas atau ikatannya kendor, sebaliknya apabila ombak tenang maka kotoran
dan lumpur akan melekat pada rumput laut dan akan menghambat terjadinya proses
fotosintesis. Selain itu, Penyulaman perlu di lakukan bila ada tanaman yang
rusak sehingga jumlah tanaman pada setiap tali ris tidak berkurang.
Selama masa pemeliharaan, bibit rumput laut juga tak
luput dari serangan hama dan penyakit. Hama rumput laut umumnya adalah
organisme laut yang memangsa rumput laut sehingga akan menimbulkan kerusakan
fisik terhadap thallus, dimana
thallus akan mudah terkelupas, patah ataupun habis dimakan hama. Banyaknya
gangguan hama rumput laut yang ditanam secara vertikultur hingga kedalaman 3 m
berhubungan dengan pola ruaya ikan-ikan pelagic dalam memcari makan. Selain
itu, pada kedalaman tersebut menjadi tempat berlindung bagi sebagian besar
ikan-ikan pelagic dan ikan karang. Kenyataan ini membawa konsekuen gangguan
hama pemakan rumput laut pada kedalaman dibawah permukaan perairan (Rahman dan
Sarita, 2011).
Gambar 3. Pembersihan rumput laut
F. Pemanenan rumput laut
Panen dilakukan apabila rumput laut memasuki umur yang ke 45 hari dengan cara mengangkat seluruh tanaman, menurut Fahmi Tri Wendrawan (2013) mengatakan bahwa rumput laut biasanya
dapat dipanen bila usia pemeliharaan sudah mencapai 45 hari dengan berat
biasanya berkisar antara 500-600 kg/bentang. Penanaman
kembali dilakukan dengan memilih bagian ujung tanaman yang masih muda dan
bagian pangkal tanaman yang merupakan bagian yang tua dikeringkan karena
memiliki kandungan karaginan yang tinggi. Pengeringan dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan cara menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami
dengan menjemur dengan sinar matahari. Yang murah dan praktis adalah dengan
cara dijemur dengan sinar matahari selama 2 - 3 hari, tergantung kondisi panas
matahari. Dalam penjemuran ini harus menggunakan alas, seperti para-para,
terpal plastik dan lain-lain untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil
panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan lain-lain. Setelah kering
dan bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung
plastik untuk kemudian dijual. (Angkasa, dkk, 2009).
Langkah-langkah
penanganan panen rumput laut dengan metode tali panjang/
longline di lokasi PKL adalah sebagai berikut :
1.
Bersihkan
rumput laut dari kotoran/lumpur yang melekat.
2.
Lepaskan
tali ris/bentang dari tali utama
3.
Letakkan
tali ris/bentang tersebut ke dalam perahu
4.
Bawa
rumput laut tersebut ke daratan, lepaskan rumpun rumput laut dari tali
ris/bentang, timbang rumput laut untuk mengecek bobot akhir.
5.
Lepaskan
pelampung dari tali ris/bentang kemudian rendam tali ris /bentang dengan
menggunakan air tawar agar organisme yang masih melekat akan mati.
Gambar 4. Pemanenan rumput laut
G. Penjemuran rumput laut
Penjemuran rumput laut dilokasi PKL dilakukan saat cuaca
cerah untuk mempermudah dalam proses penjemuran. Penjemuran sebaiknya dilakukan
selama 2-3 hari apabila cuaca cerah dan apabila cuaca mendung penjemuran .dilakukan
lebih dari 3 hari.
Penjemuran rumput laut ini menggunakan para-para berupa bambu
yang dilapisi waring untuk menghidari tercampurnya rumput laut hasil panen
dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan kotoran lainnya. Setelah kering
bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung
untuk kemudian siap dijual atau disimpan digudang. Proses penjemuran dan
penyimpanan sangat perlu mendapat perhatian, karena meskipun hasil panennya
baik akan tetapi bila penanganan pasca panennya kurang baik maka akan
mengurangi kualitas rumput laut seperti apabila rumput laut bersentuhan
langsung pada tanah dan pasir.
Gambar 5. Penjemuran rumput laut
H. Hasil budidaya rumput laut
Perolehan hasil
panen/berat akhir pada budidaya rumput laut di lokasi PKL adalah 10kg/bentang
berat awal sebelum dibudidayakan dan menghasilkan 98 kg/bentang setelah dipanen,
maka laju pertumbuhan harian rumput laut adalah :
PPH
=
X 100%
PPH
=
X 100%
= 1,9 %
Maka laju pertumbuhan harian
adalah 1,9%/hari,
setelah mendapatkan hasil panen 98 kg/bentang basah maka didapatkan hasil
keringnya sebanyak 9,5kg/bentang.
V.
RANGKUMAN DAN SARAN
A. Rangkuman
·
Salah
satu faktor untuk menunjang keberhasilan budidaya rumput laut terletak pada
ketepatan dalam pemilihan lokasi.
·
Keberhasilan
suatu budidaya dipengaruhi oleh pemilihan bibit yang berkualitas maka dari itu
pemilihan bibit harus dilakukan secara cermat.Bibit rumput laut yang baik
berasal dari tanaman induk yang sehat, segar, bebas penyakit dan jenis rumput
lainnya.
·
Pada
saat pemeliharaan harus dikontrol setiap ombak besar maupun saat laut tenang
karena pada saat ombak besar akan terjadi kerusakan patok, jangkar,
tali ris, dan tali ris utama sedangkan saat laut tenang kotoran atau lumut sering melekat pada rumput
laut.
·
Untuk
mendapatkan rumput lautyang memiliki kandungan karagenan sesuai dengan
kebutuhan industri maka perlu diperhatikan umur dan cuaca.
·
Keuntungan yang diperoleh dari hasil panen
rumput laut dilokasi PKL adalah 98 Kg/bentang rumput laut
basah dan 9,5 Kg/bentang rumput laut kering dengan Rata-rata laju pertumbuhan harian rumput laut
adalah : 1,9 %/ hari..
B.
Saran
Sebaiknya
memperhatikan
parameter kualitas air dilokasi budidaya rumput laut dan rutin
melakukan pengecekan ke lokasi budidaya agar rumput laut yang di budidaya
memperoleh kuantitas yang lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, T.W
dan Ruslan. 2003. Rekayasa Teknologi Produksi
Rumput Laut (Kappaphycus
alvarezii). Laporan Tahunan Balai
Budidaya Laut Tahun Anggaran 2003.95-97 p.
Afrianto, E dan L. Evi. 1993. Budidaya rumput laut
kanisius yogyakarta.
Aji, N dan Murdjani, M. 1986. Budidaya Rumput Laut. INFIS
Manual Seris No.32. Direktorat Jenderal
Perikanan dan International Development
Research Centre.
Anggadiredja Jana T, Istiani Sri, Zatnika Ahmad. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 27.
Angkasa Wisman Indra dan Sujatmiko Wisnu, 2009. Budidaya Rumput Laut. http//:kenshuseidesu.tripoid.com/id49.html.
diakses 05-08-2015
Anonim.
1987. Budidaya rumput laut balai informasi dan pertanian. Departemen pertanian,
ujung pandang. Hal 31
Alam,
A. A. 2011. kualitas karaginan rumput
laut jenis eucheuma spinosum di perairan desa punaga kabupaten takalar.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Aslan
. M. 1999. Budidaya rumput laut. Kanisius, yogyakarta. Hal 113
Dinas kelautan dan perikanan. 2015. Produksi rumput laut di Takalar.
Indriani,
H dan E. Sumarsih. 1997.budidaya, pengolahan dan pemasaran rumput laut.
Swadaya, jakarta. Hal 99
Rahman, A dan Sarita, A.H. 2011. Studi pertumbuhan varietas rumput laut
yang dibudidayakan secara vertikultur laporan penelitian hibah kompetensi
universitas haluoleo. Kendari. Hal 28-29
Runtuboy, N.
2004. Disseminasi Budidaya Rumput Laut
Cottoni (Kappaphycus
alvarezii). Laporan
Tahunan Balai Budidaya Laut Tahun
Anggaran 2003.189-195 p.
Sulistiyo. 1988. Hama,
Penyakit dan tanaman Penganggu pada
Tanaman Budidaya Rumput Laut Eucheuma.
Bahan Kuliah pada Latihan
Ahli Budidaya Laut. Balai Budidaya Laut.
Tahir.
G.A, D. Suryanto, M.S. kahar, A. Mansar.1997. budidaya rumput laut jenis
eucheuma. Departemen pertanian instalasi penelitian dan pengkajian teknologi
pertanian. Ujung pandang. Hal 20
Trono, G.C.
1992. Suatu Tinjauan
tentang Teknologi Produksi Jenis
Rumput Laut Tropis
yang Bernilai Ekonomis.
INFIS Manual Series Seri
No. 29, 1992 (Aji, N., Mintardjo, M.K
dan Minjoyo, H: Penerjemah). Direktorat Jenderal Perikanan
dan International Development
Research Center. 50p
Utojo,
Mansyur, A., Pantjara, B., Pirzan, A.M., dan Hasnawati. 2007. Kondisi
Lingkungan Perairan Teluk Mallasora yang Layak Untuk Lokasi Pengembangan
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma sp.). J. Ris. Akua. Vol. 2: 243-255.
boleh tau ada kontak person nya tidak untuk petani kappaphycus sp. nya kak?
BalasHapus